Monday, November 3, 2008

kabar hati

Dirinya bertanya kepadaku.
"Masihkah ada aku di hatimu?? Masihkah ada kita??"
Diam tak hanya seribu bahasa, tetapi jutaan bahkan lebih lagi kalau bisa, tengah membungkam katup suaraku. Begitu kuatnya. Hingga pada akhirnya kau keluarkan meriam sedu sedan yang menghancurkan tawa yang ada sejak sore tadi. Tak pula itu membuatku sanggup berkata padamu. Pikiranku tengah sibuk berkelana dalam keruhnya apa yang menjadi inginku.
Sudah berulangkali aku katakan bahwa membangun kembali jauh lebih sulit dibandingkan menghancurkan sesuatu. Tapi sepertinya dirimu tak pernah bosan untuk meminta kembali satu. Kali ini, dengarkan.
Aku tak lagi sama. Kita tak lagi sama. Dan semua tak lagi bisa sama.
Sadarkah?
Adalah hati yang kau permainkan. Adalah hati yang kau tinggali gurat dalam. Adalah hati yang telah kau hempaskan, kau injak dan kau sepak repihannya hingga beberapa terbang tersapu angin amarah.
Jikalaupun hati kembali terbentuk. Tidaklah bisa utuh. Akan tertinggal bekas pedih yang sempat kau torehkan. Lubang bekas tikaman bahasa yang sempat kau lontarkan.
Akahkah sedia kau terima hati yang seperti itu?
Aku tak sepenuhnya dapat yakin. Walau ucapmu seringkali bernada begitu.
Sadarlah.
Kita sudah berpisah di persimpangan yang kita temui dahulu. Harusnya kau tak lupa, bahwa kau lah yang meninggalkan aku di pertigaan emosi, cinta dan harga diri. Menjauh kemudian buramkan segala impi yang pernah kita bicarakan berdua. Lalu gelap pun tiba.
Saat ini. Masing-masing kita sudah melangkah ke cabang yang berbeda. Biarkanlah begini adanya. Sebab tak ada hati yang bisa kau paksa. Tak ada rasa yang dapat kau kuasa. Seperti bulan yang tak terbit kala siang merajai hari yang ada.
Dan apabila dirimu memahami. Perjalanan kita masihlah panjang. Tersedia ratusan kelokan. Kerikil tajam. Atau bahkan sebuah batu besar yang siap menghadang di depan sana. Pun satu lagi persimpangan yang bisa saja mempertemukan kita kembali dari perjalanan panjang ini.
Mereka tak tahu. Kau tak tahu. Begitu pula diriku.
Jadi, untuk apa bersedih.
Untuk apa bertanya.
Hidup adalah tentang berbagai pilihan.
Silakan memilih. Apakah akan tetap tinggal. Atau berlalu.
Karena jika kau bertanya kabar hati. Ia masih terlalu memerah luka kini.

3 comments:

He wrote said...

Ku tak lupa..
Kusadar panjangnya jalan berikut..
Kusudah memilih..
Ku pilih dirimu..

Anonymous said...

Tengoklah lagi ke belakang
Apa yang sempat tertoreh di sana
Kau bisa berhenti sejenak pada tempatmu
Menunggu ia berlari ke arahmu,
atau tersenyum lantas membalikkan badan.

Ya, hidup adalah pilihan.
Apa boleh buat.

ay said...

@he wrote: kita lihat saja. seberapa yakin pilihanmu itu. dan seberapa kokoh keyakinanmu itu.

@DM: masihlah berhenti sejenak pada pijakku. sebaiknya tidak gegabah dalam memutuskan sesuatu. bukan begitu?