Thursday, May 11, 2017

Jangan mencinta

Jangan mencinta jika kau tak punya kuasa.
Jangan mencinta jika nyalimu ciut.
Seirama dengan pengecut.

Dan jangan pernah coba-coba mencinta.
Apalagi bertaruh untuk cinta.

Karena cinta adalah omong kosong belaka.

Sunday, March 4, 2012

aku ingat

Aku ingat.
Bagaimana kecupmu memabukkan raga.
Bagaimana waktu mengejek kita.
Bagaimana jarak membodohi rasa.
Aku ingat.
Bagaimana hampa hati menggerogoti jiwa.
Bagaimana senyummu melipat rapi nelangsa.
Aku ingat.
Bagaimana rindu tak pernah sama. Bagaimana cinta bertaruh untuk bahagia.
Aku ingat.
Aku tak ingat itu semua saat kita bercinta.

Monday, February 27, 2012

pada ruang masa lalu

pada ruang masa lalu.
tertinggal kenikmatan yang tak kumengerti.
mereka yang pernah tersayangi.
hancurnya asa dibalik besi.

pada ruang itu aku melebur hati.
pada ruang itu aku mencari arti.

pada ruang masa lalu.
milikmu.
aku berhenti.

Tuesday, March 9, 2010

mereka tahu..

Riuh rindu bertamu.
Menyuarakan rasa bertalu-talu.
Apakah semu?
Menangkal pilu hujan ragu?

Coba sajikan di ranah hati yang membiru.
Tenang terbelenggu.
Kian lirih mengucap "tunggu.."
pada setiap kepergian berbalut bisu.
Yakinku mereka tahu.

Meski tinggal asa kelabu.
Satu yang tak palsu.
Simpuhku disini menangkup cintamu.

Saturday, December 19, 2009

saat itu

Cinta tidak buta.
Ada waktunya ia berhenti melihat
atau memilih apa saja yang ingin ia lihat.
Cinta tidak tuli.
Ada waktunya ia berhenti mendengar
atau menutup telinga dengan suara hati.
Cinta tidak mati.
Ada waktunya ia berkelana dalam sunyi
dan memilih tidak ditemani.

Ada waktunya ia berhenti merasa
dan menikmati hampa.
Saat itu, cinta butuh sendiri.

tersisa satu

Indah. Bersemi. Lalu mati.
Gembira. Bercengkrama. Lalu pergi.
Rindu. Bercinta. Lalu sendiri.
Berdua. Bahagia. Lalu berganti.

Apa yang kau cari.
Apa yang kau nanti.
Apa yang kau tinggali.
Apa yang kau sadari.

Tersisa satu.
Dirimu sendiri.

Monday, May 4, 2009

nyatanya, kau ada

aku memangku pilu
dirimbunnya rindu aku mengurai dayu
hingga kelu membeku
tersedu
mengulum suara serak
bunyi diafragma yang memadat
lalu meringkuk
tersungkur
membiru

aku resapi malu
diketerpurukan masa aku mendera durja
hingga malam pekat
melegam
menghunus riuh ramai
galau hati yang berceloteh
kemudian senyap
mengaduh
runtuh

jumawa ego kini melayu
lengan tertangkup menelungkup
sembunyikan pedih yang kian meranum
mengunci sepi menjura

ketika tangisan peluh melebur
luruh bersama cinta yang bergemuruh
ketika itu kau bersemayam
teduh dalam keangkuhan

Friday, April 24, 2009

suara langit

melalui sudut mataku
aku melihat
birunya awan
seperti sedang bermain
meniup-niup
air sabun

mencipta gelembung langit

melalui peka rasaku
aku disapa
oleh angin
yang terus berlarian
kesana kemari
melahirkan buih

membuat putih langit

melalui hening hatiku
aku tersadar
sebuah bahagia
telah lama berbicara
usah mencari
cukup diam

mendengarkan suara langit

Sunday, April 5, 2009

tanya

Puluhan tanya bergelayut matang di dahan ketidaktahuanku.
Menunggu tiba waktunya untuk terjatuh.

Di gelap malam yang terbiasa dingin.
Seketika angin menghembuskan nafas panjang.
Menghela kesesakkan yang selama ini terpelihara.

Tanya pun terhempas.
Apa adanya.
Meluncur.
Runtuh dari ujung rantingnya.
Memeluk diam.
Gagal mengambil ancang-ancang.
Lupa siap sedia.

Terjatuh di tebalnya rerumputan.
Lindungi tanya dari kelebaman yang menghantu.
Ternyata.
Menubruk bumi tak semenakutkan itu.
Justru hadir kelembutan.
Nyaman berlumur lega.
Tak perlu lagi bersusahpayah.
Menahan massa tubuh diatas sana.

Saturday, April 4, 2009

sedasawarsa kita

Sedasawarsa hati mengagumi.
Dalam diam, mulut terkunci.
Mengeruk ribuan puji.
Terhimpun rapi disini.
Cukup henti, direlung hati.
Tak ingin diketahui.
Tak berarti kurang arti.

Sedasawarsa hati ditemani.
Dalam riuh, juga sepi.
Menimbun jagad memori.
Tersimpan baik terpatri.
Bersih suci, sampai mati.
Tak ucap abadi.
Tak berarti hanya janji.

Sedasawarsa sudah terlewati.
Puluhan sisanya tenang menanti.

Kekasih sahabat hati.
Aku bersumpah mematung hadir ini.
Agar tak beranjak meski setengah senti.
Tetap diam atau kesana kemari.
Walau rindu hingga mengumbar benci.
Diselipi khilaf sesekali.
Sahabat tetaplah kekasih hati.
Berpeluh setia kasih mengabdi.

butuh utuh

Petikan guntur bergemuruh.
Lelah lusuh tubuh.
Tandai gerutu hati melenguh.
Bukan rusuh.
Jauh dari kisruh.
Tidak pula berupa banjir peluh.
Melainkan karena aku butuh.
Ya.
Aku rindu bersetubuh.


Dengan kasih hati yang utuh.

Friday, March 27, 2009

beri aku satu

Beri aku satu.

Dari tak hingga cinta yang menguasa.
Dari tak hingga rindu yang meminta.
Dari tak hingga ingin yang meronta.

Beri aku cukup satu.

Dirimu.

Wednesday, March 25, 2009

menyepi di keheningan

keenam butir Sadripu
segala macam nafsu
kekhilafan tak semu
serta kemunafikan yang memburu
hendaknya malu
pada keheningan yang kini bertamu

keluhuran yang sempat membeku
kesadaran yang tertidur lalu
ketulusan yang menuai palsu
serta ketaqwaan yang berangsur layu
hendaknya malu
pada keheningan yang kini mendayu

Wednesday, March 4, 2009

manakala di sisi

Manakala hati sedang terusik mesra.
Bersenandung cinta seirama.
Tergelitik oleh senyum penuh arti memuja.
Terundung kelebat kejap hadirmu yang berulang.
Menuai aroma.

Manakala hati sedang bermanja riang.
Terapung oleh kasih yang menggenang tenang.
Sejuk segar.
Tersapu sepoinya sentuh angin kerinduan.

Manakala aku diam.
Nyaman dalam pelukmu.

Sunday, March 1, 2009

hening hati

Hari gelap. Mendung. Dan tak lama turunlah hujan yang terlihat gembira bisa bertemu dengan sahabat lamanya di bumi. Mereka terdengar asyik bercengkrama. Menimbulkan bebunyian yang meramaikan sepinya suasana di kamar ini. Ruang yang luasnya biasa-biasa saja namun beberapa waktu belakangan terasa sepuluh kali lipat lebih lebar.
Juga kosong.

Kemanakah semua keributan itu?
Semua suara-suara yang kerap hadir menyerbu.
Semua pertanyaan-pertanyaan yang itu melulu.
Semua cemburu.
Semua resah yang melanda jiwa.
Semua ragu tentangmu.

Mendadak semuanya beringsut pergi.
Walau tak sekalipun pernah aku usik keberadaannya.
Tinggallah bisu ruangan ini.
Meski tak bicara, tetap mengerti apa yang terasa di dalam sini.
Melompong. Tiada suatu apa.
Jangan pula kau tanya tentang cinta.
Duka lara yang sempat tergores pun seakan terpendam pudar.
Membiarkan ruang ini tersisa hanya udara.

Yang berputar hampa.
Yang terlihat maya.
Yang membuai nelangsa.

Tidak perlu kau tanyakan mengapa.
Biarkan kedamaian ini mencipta sunyi.
Juga hening yang mendamaikan jiwa yang sepi.

Friday, January 30, 2009

adiksi

Jika dalam selang waktu sembilan bulan seorang ibu bisa melahirkan nafas kehidupan baru bagi ananda tercinta, begitu pula dengan yang hati ciptakan. Tidak hanya terlahir, bahkan tumbuh kembangnya pun sejalan dengan anak manusia. Menakjubkan.

Perlahan.

Pasti.

Semakin terlalu.

Berawal dari sebuah rasa nyaman. Lalu merangkak menjadi sejumput sayang yang berangsur ditumbuhi bunga-bunga tak ingin berjauhan. Kemudian berjalan hingga dapat mengucap rindu. Sampai akhirnya kokoh berpijak dan melangkah pada setapak yang dinamakan cinta. Begitulah sekiranya napak tilas hati. Dihari ini. Diwaktu ini. Dimana tak bersamamu menjadikan tiap sentimeter persegi raga ini memucat. Sakaw!

Sunday, January 18, 2009

kosong

Ramai.
Ruang ini terdengar gaduh.
Pun dinding enggan diam.
Berebut celoteh dengan gemericik air.
Tak bosan meminta perhatian.

Sepi.
Di dalam sini siapa tak ada.
Pun diri sendiri berkelana.
Hampa memonopoli jiwa yang rindu.
Tak berpeluh nantikan senyuman.

Monday, January 12, 2009

telepati hati

Terdengarkah?

*Aku mendesau pilu..

Aku rindu..

*Tahumu menjadi harapku..

Apa rasamu?

*Cinta kamu..

Dulu hingga waktu yang belum berlalu

*Sangat.. Selalu.. Terlalu..

Aku cinta..

*Pun juga rindu..

mimpiku.. aku menunggumu..

Janji telah terucap.
Harap kian membumbung tinggi.
Pesonakan hati dengan lamunan indahmu.
Bayang nikmat canduku.
Demimu aku rela menelan tunggu.

Hampir satu hari.
Senja mulai menggodaku.
Membasuh ceria dengan kelabu.
Menyusupkan benar yang tidak yakin benar
serta omong kosong yang terasa penuh berisi.
Tak menghirau tapi mendengar.
Tak percaya namun terpengaruh.
Limbung.

Dalam sunyinya diam.
Dipenuhi guratan sedu sedan.
Sembari meneguk larutan keresahan.
Hingga tinggal aku dan angin malam.
Aku masih menunggu.

Terbitnya indah bintangku.
Tersenyumnya cahaya bulanku.

Tuesday, December 2, 2008

tetap sama

Tak pernah kurang..
Gebu inginku menjamu hatimu..
Gebu hatiku memuja indahmu..

Tak pernah kurang..
Sedikitpun tiada..