Friday, April 24, 2009

suara langit

melalui sudut mataku
aku melihat
birunya awan
seperti sedang bermain
meniup-niup
air sabun

mencipta gelembung langit

melalui peka rasaku
aku disapa
oleh angin
yang terus berlarian
kesana kemari
melahirkan buih

membuat putih langit

melalui hening hatiku
aku tersadar
sebuah bahagia
telah lama berbicara
usah mencari
cukup diam

mendengarkan suara langit

Sunday, April 5, 2009

tanya

Puluhan tanya bergelayut matang di dahan ketidaktahuanku.
Menunggu tiba waktunya untuk terjatuh.

Di gelap malam yang terbiasa dingin.
Seketika angin menghembuskan nafas panjang.
Menghela kesesakkan yang selama ini terpelihara.

Tanya pun terhempas.
Apa adanya.
Meluncur.
Runtuh dari ujung rantingnya.
Memeluk diam.
Gagal mengambil ancang-ancang.
Lupa siap sedia.

Terjatuh di tebalnya rerumputan.
Lindungi tanya dari kelebaman yang menghantu.
Ternyata.
Menubruk bumi tak semenakutkan itu.
Justru hadir kelembutan.
Nyaman berlumur lega.
Tak perlu lagi bersusahpayah.
Menahan massa tubuh diatas sana.

Saturday, April 4, 2009

sedasawarsa kita

Sedasawarsa hati mengagumi.
Dalam diam, mulut terkunci.
Mengeruk ribuan puji.
Terhimpun rapi disini.
Cukup henti, direlung hati.
Tak ingin diketahui.
Tak berarti kurang arti.

Sedasawarsa hati ditemani.
Dalam riuh, juga sepi.
Menimbun jagad memori.
Tersimpan baik terpatri.
Bersih suci, sampai mati.
Tak ucap abadi.
Tak berarti hanya janji.

Sedasawarsa sudah terlewati.
Puluhan sisanya tenang menanti.

Kekasih sahabat hati.
Aku bersumpah mematung hadir ini.
Agar tak beranjak meski setengah senti.
Tetap diam atau kesana kemari.
Walau rindu hingga mengumbar benci.
Diselipi khilaf sesekali.
Sahabat tetaplah kekasih hati.
Berpeluh setia kasih mengabdi.

butuh utuh

Petikan guntur bergemuruh.
Lelah lusuh tubuh.
Tandai gerutu hati melenguh.
Bukan rusuh.
Jauh dari kisruh.
Tidak pula berupa banjir peluh.
Melainkan karena aku butuh.
Ya.
Aku rindu bersetubuh.


Dengan kasih hati yang utuh.