Friday, October 31, 2008

malam tadi

Dirimu indah malam tadi.
Mengurai tautan rindu di riang teduhnya tatapmu.
Dinginnya malam pun menjadi tak berarti rasa.
Andai saja kau berkaca malam tadi.
Harusnya kau melihat.
Bagaimana sinar di wajahmu menghangatkan bekunya kerinduan yang sejak sehari lalu kuselami sambil merutuki waktu yang bergulir begitu lambat ketika dirimu tak disisi.
Bagaimana senyummu yang terkembang begitu manisnya telah merenggut segala gundah yang membekapku beberapa hari belakangan ini.
Andai saja kau memperhatikan dengan hati.
Harusnya kau tahu.
Bagaimana lembutnya sentuhmu yang tengah menikmati syahdunya kasih membuai satunya kita ramaikan malam yang tak pernah biasa jika kau ada disisi.
Bagaimana lugunya cinta yang hanya mengerti arti memberi dan hanya memberi telah melahirkan kabut candu yang penawarnya menjadi begitu langka kini.
Dirimu indah malam tadi.
Memilin untaian rindu di tiap lembutnya kecupmu.
Membuatku tak ingin uapi malam begitu saja.

Thursday, October 30, 2008

janji bertemu

Setubuhi aku dengan hawa panas cintamu.
Didihkan hati dengan tingginya gelora kasihmu.
Penuhi sekujur tubuhku dengan aura kerinduanmu.
Degupkan jantung lebih cepat lagi dengan liatnya kecupmu.
*Bisakah sore nanti kita bertemu??

Sunday, October 26, 2008

rindu kamu

Hanya rindu.
Tidak seribu. Tapi puluhan juta ribu.
Sudah. Hanya itu.
Rindu.
Tentu saja beriring dengan cintaku.
Sayangku dan segala kecup untukmu.
*missyou

Thursday, October 23, 2008

kawan baru

Kawan.
Terimakasih untuk hari yang sedia kau temani.
Penuh obrolan sendagurau silih berganti.
Meski ribuan jarak membatasi.
Hamparan samudera menghalangi.
Tak sedikitpun mengurangi inginku berbincang denganmu tanpa henti.

Kawan.
Menarik bagaimana cara kita berjumpa.
Bagaimana mudahnya hati terkoneksi melalui ragam kesamaan suka yang dipunya.
Bagaimana mimpi berangsur nyata walau kini masih sebatas percik cahaya.

Mari bersama. Raih impi serupa.
Mari bersama. Taklukkan dunia.

Terimakasih, kawan..

Wednesday, October 22, 2008

tanya yang tanya

Hanya sedang menyelami perih.
Karena rasanya diri kian melemah kini.
Atau nestapa itu yang berangsur liat?

Hanya sedang menemani sepi.
Karena rasanya diri kian beringsut kini.
Atau ramai itu yang berangsur pekat?

Tuesday, October 21, 2008

kita

Melihatmu dari kejauhan yang cukup untuk dapat melihat raut wajah yang seringkali warnai doa malamku. Selalu menyenangkan. Walau kali ini kau terus berjalan meninggalkanku. Terang saja. Aku ada di belakangmu. Memperhatikan riang ayunan langkahmu. Seolah ingin menangkap merpati lalu menyelipkan pesan bertuliskan ‘iloveyou’ di sela kakinya lalu membisiki “Tolong sampaikan pada nuraniku. Jangan sampai terlambat.”

Diam-diam aku melihatmu. Dengan semburat cinta yang lingkupi jarak antara kita. Aku baru saja tahu. Kalau kau punya telepati. Sebab tiba-tiba kau menoleh ke arahku. Cepat menjangkau hatiku. Menusuk tepat ditengah menggunakan panah cintamu. Dan lalu kau tersenyum. Indah. Perlihatkan segala pesona yang menarikku jauh kedalam ranjau kasihmu. Aku terjebak.

Aku membalas senyum dengan lambaian tanganku. Kemudian kau berhenti. Diam. Sabar menunggu hingga aku mendekat. Masih tetap mandikan langkahku dengan senyum itu. Sampai akhirnya aku tiba disisi. Meraih genggaman tanganmu. Memberiku dekapanmu. Lalu kita melangkah bersama.

patah hati

Aku melebur bersama kepungan rasa yang berkecamuk di tepi jurang perpisahan. Gelap pekatnya seperti menungguku terjatuh sembari tersenyum samar. Aku menciut. Takut. Sama seperti dirimu yang terlarut kedalam himpitan rasa tak menentu. Tersudut.

Masihkah kita akan terbang tinggi? Atau merendah susuri daratan, temani elang memburu mangsa? Hingga pada akhirnya tersungkur kesakitan di padang penuh dengan duri-duri pilu. Tak kuasa meronta.

Kalau sudah begitu. Tersedu pun sudah tak lagi ada rasa. Air mata hanya mandikan mata yang kotor dengan debu. Rotasi bumi terhenti. Waktu mati suri. Tersisa aku yang dihujani repihan kasih yang beranjak basi. Patah hati.

Monday, October 20, 2008

lantas apa?

Berhenti!
Iya.
Aku mengaku.
Aku pun mendengarnya. Aku belum sepenuhnya tuli.
Jadi tak perlu diulangi lagi dan lagi dan lagi.
Iya.
Aku ingin melihatnya.
Tidak pura-pura buta. Atau memalingkan muka begitu saja kala bersua.
Jadi tak perlu memaksakan leherku hingga terasa sakit begini.
Iya.
Aku cinta.
Lantas apa?!

Sunday, October 19, 2008

aku ingin bermimpi malam ini

Aku ingin bermimpi malam ini.
Duduk di sebuah taman. Dipenuhi oleh dedaunan yang berguguran ditemani angin yang lalu bermesraan. Sambil mendengarkan lagu kita. Bersenandung dengan pikiran yang memainkan dawai gitar nan merdu.
Aku melihatmu.
Juga duduk sembari membaca buku. Mengenakan jaket pemberianku pada perayaan tujuh tahun kebersamaan kita. Masih saja terlihat indah ditubuhmu. Rambutmu tak lagi panjang seperti dulu. Pas. Cocok dengan wajahmu yang mulai terlihat tirus yang kuperhatikan sejak beberapa minggu ini. Tetap tak mengurangi ketampananmu.
Aku merasa cukup walau hanya melihatmu.
Menikmati setiap ekspresi yang timbul. Menyaksikan caramu membuka tasmu, mengeluarkan botol minum, merogoh kedalam lagi untuk mengambil buku itu. Aku tahu kau pasti menyimpannya di bagian dalam tas agar tak rusak terlipat, tersenggol oleh isi tasmu yang lain. Kemudian bersandar. Mulai terlarut dalam dunia bacamu.
Aku hanya melihatmu.
Tak sedikitpun berniat menghampirimu. Menyapamu. Kemudian bercakap-cakap hingga senja tiba. Sadarkah. Sudah tujuh minggu aku duduk disini. Diwaktu yang sama dengan dirimu yang asyik dengan buku itu. Sampul buku yang aku kenal meski tak begitu terjangkau penglihatanku.
Aku melihatmu.
Membaca buku yang kuberikan padamu.
Membalik halaman demi halaman hasil karyaku.
Yang seluruhnya berisikan keindahan cintaku cintamu dan kekagumanku pada hidup yang telah menghadirkanmu dalam nafasku.
Aku bermimpi.
Melihatmu di taman hati dengan bunga yang dipupuki hati hingga mekar bersemi.

menunggu

Tak ubahnya seperti sebuah taman yang memiliki penghuni tetap, hati ini sedang menunggu. Ya. Menunggu si empunya. Akankah datang. Akankah singgah. Akankah tinggal. Tak lagi menjadi apa yang terpikirkan. Tak lagi mengganggu.
Cukup sudah.
Ingin berhenti bersentuhan dengan sesuatu yang datang lalu pergi. Hanya ingin bercengkrama dengan seisi taman hati. Sendiri? Biarlah. Paling tidak, tak lagi ada perpisahan. Buang gelas untuk air mata. Lagipula, tak mungkin berpisah dengan diri sendiri toh?
Aku tahu akan ada yang mengatakan kalau ini sangat menyedihkan. Tapi bagiku tidak. Kesendirian sungguh indah. Tahu karena apa?
Dapat menyelami diri sedalam yang kau suka. Kesempatan untuk bertanya apa yang sesungguhnya diinginkan. Berkreasi dengan segala kecamuk rasa.
Meski kadang tak mudah. Sunyi. Sepi. Menggoda untuk lari. Kembali mencari keramaian. Kegaduhan yang dapat menyamarkan suara hati.
Tapi tak pernah terpikir untuk berhenti.
Mengapa?
Sebab bahagia ada di dalam dirimu. Lalu, buat apa melarikan diri?
Aku masih menunggu.
Tapi tidak dengan gerutu.
Aku menunggu.
Yang terbaik sedang dalam perjalanan kemari.
Sebaiknya aku lekas bersiap.

tergila-gila atau gila?

Aku membutuhkanmu.
Aku menginginkanmu.
Aku gila.
Tergila-gila dirimu.
Tetapi aku tahu diri. Tak seharusnya demikian adanya. Tak seharusnya aku menaruh hati ini dipelataran hatimu begitu saja. Memintamu untuk menerimanya lalu membawanya masuk kedalam kehangatan relungmu. Memaksamu merengkuh rasa dengan rasa yang dengan egois aku pinta. Berlutut di hadapmu. Berharap selamanya adalah hal yang akan kau berikan kepadaku diluar yang sudah aku sebutkan tadi.
Keterlaluan. Aku tahu seharusnya tidak demikian adanya sikapku. Seharusnya aku mengerti. Dunia tidak melulu tentang bagaimana hatiku. Apa sakit yang terasa didalam. Dimana bahagia itu terperangkap. Atau lagi-lagi memohon dirimu untuk tinggal disisiku.
Tidak.
Tidak dengan cara seperti itu.
Tapi aku tak mampu.
Aku rela menjadi orang yang tidak tahu diri. Aku terima kalau orang bilang aku keterlaluan. Mungkin aku butuh dihujat. Dihina. Dilempari oleh gumpalan caci maki.
Aku memang demikian adanya.
Aku tak tahu.
Aku mencintaimu.
Sungguh. Sangat. Selalu.
Adakah itu keterlaluan?
Menjadikan aku makhluk yang tak tahu diri. Menjadikan rendah apa yang terasa. Menjadikan semuanya tak pantas untuk dinikmati. Dihisap hingga ke tetes sari yang terakhir.
Hanya cinta.
Serius.
Tak ada yang mungkin lebih dari itu.

Thursday, October 16, 2008

Palsu

"Tidak mengapa"

Aku bohong.
Sebenarnya aku cemburu.

"Sampai bertemu esok hari."

Perampas kejujuran!
Adalah aku yang cemburu.

-Kelu terdiam. Lalu tersenyum.-

Akulah si penipu ulung.
Cemburu aku, sungguh!

Wednesday, October 15, 2008

tetap tinggal

Tetap tinggal.

Meski kelu aku berucap.
Meski tak begitu aku bertingkah.
Meski senyum yang terjaga.
Meski peluk terakhir beraroma.
Meski kecup 'sampai jumpa' mendarat.
Tapi,tolong tetap tinggal.

Aku butuh.

Saturday, October 11, 2008

titip rindu dan cintaku

Lingkari hari dengan sejuknya kasih yang kau punyai.
Lingkupi hari dengan nyanyian merdu yang kau dendangkan.
Lompati hari dengan saput cinta yang kau warnai.
Lengkapi hari dengan gelak tawa yang kau perdengarkan.
Lindungi hari dengan selubung damai yang kau beri.
Lelapi hari dengan kecup lembut yang kau sediakan.
Akhiri hari dengan dirimu yang kau semayamkan dihati.
"Hati.. Titip rinduku. Temani cintaku lalui malam."

lelah!

Enyah saja!
Usai sudah segala kita.
Enyah saja!
Usai pula satu adanya.
Tak arti lagi dunia aku kamu.
Tak riuh lagi ruang kamu aku.
Tidak!
Tak sama lagi keping rasa yang terlahir.
Tak muncul lagi riak di telaga hilir.
Tidak!
Tentu saja tidak.
Tak berkobar lagi kilatan api rindu.
Tak bertiup lagi topan hasrat bersemu

Enyah saja!
Tamatkan mimpi abadi.
Enyah saja!
Tamatkan dongeng sejati.

sebutir kesempatan

Kembali.
Bersiap pulang untuk sesuatu yang sempat termiliki.
Mengais sesuatu yang sempat terpelanting menjauhi diri dan terjerembab kepekatnya tak berarti.
Tak lupa, menimbun sesuatu yang sempat terkeruk dalam sekali.
Masihkan tersisa belulang hati?
Kembali.
Nyeri datang tanpa kompromi.
Mengelupas hati dengan apa yang disebut memori dan terurailah rentannya pilinan sari.
Tak lupa, melirik sedianya tetes pada kendi rasa ini.
Mengering kah tangisan hati?

mari..

Kuasaku atasnya usai sudah.
Tak lagi memasung hati dengan egoisnya ingin. Rutukan penyesalan. Setumpuk penyesalan. Hingga jinjingan harap yang kerap membebani.
Cukup!
Sudah cukup hati bergerilya dibalik segala keakuanku. Sudah cukup bagi hati memaklumi inginku yang tak bertepi.
Sudah cukup, hati.
Kini kubiarkan kau melangkah atas kuasamu. Berjalan disetapak yang kau pilih. Melihat apa-apa yang kau senangi. Jangan lupa untuk penuhi segala inginmu, sebab giliranmu telah menjemput.
Aku tak lagi mengganggu. Aku tak akan menyela. Aku hanya akan diam, mendengarkan senandungmu dan kemudian kita melangkah bersama.
Bagaimana?
Bersedia menjadi pemandu hidupku?

tentang aku, bukan

Ini adalah tentang dirimu.
Mengenai bagaimana caramu menyentuh hatiku. Senandungkan merdunya bait demi bait suara kedamaian. Menidurkan nelangsa jiwa yang kerap hadir dengan semena. Menghibur sepi yang lagi-lagi beringsut mendekat tak tahu diri.
Ya. Masih tentang caramu.
Menunjukkan sikap percaya dengan segala aku. Menghargai apa keputusanku. Memperhatikan tiap titik kebutuhanku. Membuatku berpikir aku begitu penting dimatamu.
Tapi mari kembali ke awal.
Semua masih tentang dirimu.
Nyatanya kau berlalu. Hempaskan ringkihnya hati yang sempat kau tata dahulu. Hancur berkeping.
Kini usah pula kau kembali untuk menata ulang.
Sebab hati hanya ingin aku.

berlalu

Ketika pipiku merebah dibahumu dan lalu aku bertanya:
"Akankah ini selamanya?" sembari melepaskan lengan dari rengkuhmu agar dapat kutatap mata sayu itu.
Saat itu dirimu memang tidaklah memalingkan muka, tapi aku melihat kegugupan disorot matamu.
Ah ya. Ternyata kau meragu.
Terbata dirimu berujar, "Y..ya.."
Menghela nafasku kemudian. Hmm.. Sudahlah. Tak perlu dirimu berpura. Hentikan semua omong kosong ini. Jangan pernah mengatakan sesuatu yang tidak kau sungguhi. Karena lambat laun segalanya pasti akan terungkap.
Lalu buat apa mengulur waktu?
Kalau sekarang ataupun nanti tak berbeda sakit.
"Aku sangat mencintaimu" Lanjutku memecah keheningan.
Sedetik berikutnya dirimu berpaling dan menatap hampa kepekatnya langit. "Aku juga"
Lagi-lagi miskinnya kesungguhan hadir dalam ucapanmu.
Dirimu juga apa?!
Mencintai dirimu sendiri kah??!!
"Tapi aku memutuskan untuk meninggalkanmu" sambungku.
"Mengapa begitu?" sahutmu terkejut.
"Mengapa tidak?"
Dan aku pun berlalu. Tanpa maaf yang kupinta. Menyisakan segudang tanya yang mungkin saja bergejolak dalam hatimu.
Biarlah, kali ini tak ada lagi satu.

Saturday, October 4, 2008

menyapamu

Aku sedang melihatmu.
Tapi tidak.
Bukan dengan mata melainkan dengan rasa hati.

Aku sedang menyapamu.
Tapi tidak.
Bukan dengan senyum melainkan dengan bisikan hati.

Aku sedang berbincang denganmu.
Tapi tidak.
Bukan dengan kata melainkan dengan senandung hati.

Aku sedang menginginkanmu.
Tapi tidak.
Bukan untuk memilikimu melainkan untuk bersemayam dalam hati.

hanya rindu

**Mengapa diam?
^^Tak mengapa. Hanya ingin diam.
Tidakkah kau mengerti, hati rindu ingin bicara.
Mendengar sendu suaramu.
Tergelak bersama tawamu.
Mencelotehkan segala yang tak begitu mutu.
Ah. Begitu jelas lukisan bayangmu.
**Baiklah.
**Aku akan menunggu.
^^Terimakasih.
Sadarkah, aku sedang kehabisan udara.
Nafas kerinduan yang kau beri hampir tak lagi sisa.
Tapi tak mengapa.
Masih tersimpan nafas kasih yang kau selalu sedia dan melingkupi jiwa.
**Kasih diterima.
**Aku hanya rindu.
**Itu saja.

Friday, October 3, 2008

rindu

tak ingin lagi tak dekat denganmu..

meski kerap bertemu..

masih saja terasa..

begitu rindu..

adakah ini berlebihan?

Thursday, October 2, 2008

untukmu hingga akhir waktu

Benarkah kau mencintaiku?
Biarkan aku melihat matamu sejenak
Hmm.. ya, aku melihat cinta itu
Benarkah itu untukku?
Biarkan aku merasakannya sejenak
Hmm.. ya, cinta itu membalutku
Benarkah akan selamanya?
Biarkan aku meyakinkan diri sejenak
Hmm.. ya, untukmu hingga akhir waktu
Lalu.. untukku?

seperti apa cintamu?

Cinta. Apa arti sebuah cinta? Bagi kebanyakan orang, bagi pembaca posting ini, bagi saya juga tentunya. Saya tidak sedang mempertanyakan atau meragukan kekuatan cinta. Sama sekali tidak. Saya termasuk salah satu dari sekian orang yang percaya dengan adanya cinta. Kehadiran cinta. Dan ini tidaklah main-main.


Namun, apa sebenarnya cinta itu? Rasa yang seperti apa?
Apakah hanya sekadar menyayangi seseorang dengan seluruh jiwa dan raga? Bersedia mati untuk dirinya. Memenuhi segala kebutuhannya. Melindungi dirinya. Janji setia sehidup semati. Menerima seseorang dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Mengatakan ”i love you” jutaan kali kepada dirinya. Menatap matanya dengan teduh dan penuh hasrat. Atau jangan-jangan, malahan rasa dimana memiliki dirinya atau tidak bukanlah menjadi soal melainkan hanya gairah memberi yang tak kunjung padam?


Bagaimana sebenarnya cinta? Sebab rasanya saya mulai tersesat dalam telaga cinta itu sendiri.
Terus terang, saya tidak banyak pernah jatuh cinta. Hanya beberapa kali saja dan untuk keseluruhannya, saya tak pernah bisa memiliki orang yang saya cintai. Menyedihkan? Akan terdengar seperti itu memang. (Untuk hal tersebut saya sudah melalui perenungan yang panjang)

Meski demikian cinta saya tidaklah pernah main-main. Satu hal yang paling penting, ketika saya sudah mencintai seseorang maka hal lain tidaklah menjadi berarti lagi selain dirinya. Tak masalah dengan segala kekurangannya. Apalagi dengan semua kelebihan yang dipunya. Seluruh dirinya, tanpa segala topeng, tanpa segala kemunafikan adalah lebih dari cukup.


Lantas, mengapa saya mempertanyakan cinta? Karena setiap orang memiliki definisi cinta yang berbeda dan saya ingin mengetahui pendapat orang lain mengenai cinta yang dirasakan.
Ada yang bersedia berbagi dengan saya?

Wednesday, October 1, 2008

berhenti!

Berhenti. Jangan terus memburuku. Ini sama saja kau meminta aku untuk berjalan dengan puluhan paku yang menancap di telapak kakiku. Terasa sakit. Sangat. Jadi, tolonglah berhenti dahulu.
Aku belum lagi pulih.
Belum pula sempat menata apa-apa yang pernah kita miliki. Aku masih milikku sendiri. Jadi, tolonglah. Beri aku waktu.
Aku perlu lebih banyak waktu dari yang kau butuhkan. Aku tak sama. Terlebih saat kondisinya kini telah jauh berbeda.
Aku tak pernah tahu apakah aku bisa kembali menjadi aku yang dulu bersamamu. Entahlah. Bagiku semua masih terlihat buram. Jadi, tolong berhenti. Diam. Dan dengarkan nyanyian hati. Karena didalamnya terkandung segala rintihan pilu yang pernah kau ciptakan.
Hati sudah menghafalnya.
Percuma kau ambil selembar kertas berisikan lirik itu.
Ada baiknya kau diam. Mulai menciptakan melodi baru untuk hati. Itupun kalau hati berkenan. Hanya aku yang tahu.
Dan hanya kau yang bisa membuktikan.
Sehebat apa lagu cinta terbarumu.

hidup adalah...

Hidup adalah bukan tentang mengijinkan khilaf datang menyapa. Hidup adalah bukan tentang mengendalikan diri hanya ketika suatu waktu tiba. Hidup adalah bukan tentang bagaimana menghapus dosa. Dan hidup adalah bukan tentang mempersilakan khilaf untuk kembali singgah pada ruang yang sudah lagi bersih.
Hidup adalah bukan tentang dirimu dan hanya dirimu.
Hidup adalah bukan tentang dirimu dan hanya mereka.
Hidup adalah bukan tentang dirimu dan hanya Tuhan.
Hidup adalah tentang pembelajaran diri disetiap waktu yang terlewati.
Hidup adalah tentang dirimu, mereka dan juga Tuhan.
Hidup adalah tentang berbagi.
Mari berbagi indahnya kemenangan ramadhan.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H.
Mohon maaf lahir dan bathin.
*Ay